Selasa, 18 Oktober 2011

intel promosi warisan budaya via teknologi


oleh : Ellizar Zachra P.B
Intel Indonesia memperkenalkan inisiatif menarik ldi bawah gerakan “Warnai Hidupmu” melalui kerja sama dengan dua orang praktisi kreatif Indonesia yang sangat menonjol, yang mampu memperkuat warisan budaya yang menakjubkan seperti batik dan gamelan melalui pemanfaatan teknologi.
Dua seniman tersebut adalah Jogja Hip Hop Foundation (JHF)- grup hip hop berbakat yang berhasil memadukan unsur gamelan dengan sentuhan modern, dan Nancy Margried- perancang batik fractal yang telah mengembangkan kecintaannya terhadap seni batik melalui transformasi yang lebih luas lagi. Bersama-sama dengan JHF dan Nancy, Intel akan membagikan cerita inspiratif yang mengulas kesuksesan dan inovasi yang mereka lakukan, termasuk bagaimana komputer berperan untuk memicu kreativitas jutaan orang Indonesia berbakat lainnya.
Intel menghargai kesuksesan dan bakat yang dimiliki oleh Nancy dan JHF. Kami berharap masyarakat luas dapat terinspirasi dengan kisah nyata kehidupan mereka dan mengalami secara langsung bagaimana komputer memegang peranan dan menggali kreativitas mereka lebih dalam,” kata Norhizam Abdul Kadir, Head of Marketing, Intel Indonesia. “Kami sangat senang sekali dapat memperluas inisiatif kami yang berada di bawah gerakan Warnai Hidupmu dan dapat bekerjasama dengan praktisi kreatif yang berbakat. Nantinya mereka pun dapat menceritakan kisah nyata kehidupan mereka, bagaimana kehidupan mereka menjadi lebih menarik dan bermakna dengan dukungan komputer dan teknologi.”
Sebagai bagian dari program ini, Intel juga telah memproduksi dua film dokumenter pendek untuk Nancy dan JHF, membagikan cerita inspiratif mengenai bagaimana teknologi telah mendukung dalam merealisasikan ide-ide mereka dan bagaimana komputer mampu memadukan warisan budaya tradisional dan inspirasi modern. Kedua film dokumenter pendek ini telah disajikan oleh Intel secara luas, melalui beberapa jaringan termasuk, social media dan media elektronik. Film ini diambil di lokasi terkait, seperti studio JHF yang ada di rumah Mohamad Marzuki a.k.a Kill the DJ (vokalis) di Yogjakarta, di sebuah studio batik rumahan produsen dan eksportir, Studio Batik Hasan di Bandung, Jawa Barat.
Teknologi telah memungkinkan seni tradisional seperti batik untuk mempertahankan esksistensinya, meskipun batik yang selama ini dipandang sebagai seni yang kuno dan tradisional. Melalui karya ini, kami berharap dapat menginspirasi terutama generasi muda untuk bekerja, berkarya, melestarikan tradisi budaya Indonesia dan memadukannya dengan teknologi,” kata Nancy Margried. Ia mampu mengubah seni lokal tradisional dengan memanfaatkan teknologi melalui aplikasi berisikan rumus matematika untuk membuat desain pola batiknya yang unik.
Jogja Hip-Hop Foundation (JHF) dikenal dengan  kegigihannya dalam penggunaan bahasa Jawa dan sastra sebagai sumber inspirasi budaya dalam musik mereka. Grup ini menciptakan dialog musikal yang unik dengan menggabungkan irama global, musik tradisional gamelan dan bahasa Jawa dalam bentuk baru. “Kekuatan teknologi membantu kami untuk memformulasikan kecintaan kami akan musik, dengan menggabungkan warisan budaya dengan sentuhan modern. Hal ini memungkinkan kami untuk menciptakan jenis musik baru di luar keterbatasan kami,” kata Mohamad Marzuki a.k.a Kill the DJ, vokalis dan pendiri Jogja Hip Hop Foundation.

Bahasa Indonesia Masuk Kurikulum di Australia

Dunia pendidikan di Australia kian serius menjadikan bahasa Indonesia sebagai bagian dari kurikulum mereka. Buktinya, Bahasa Indonesia termasuk salah satu mata pelajaran bahasa asing yang ditawarkan di sekolah-sekolah Negeri Kanguru itu.

Fakta ini diungkapkan Peter Mackey, pejabat pendidikan dari Kedutaan Besar Australia di Jakarta. "Di sekolah-sekolah Australia, selain mengajarkan bahasa Eropa, kami juga mengajarkan bahasa Asia. Bahasa Indonesia, sebagai salah satu bahasa Asia, turut diajarkan secara signifikan," kata Mackey. 

"Kemampuan belajar bahasa dan budaya Indonesia diharapkan dapat menunjang pengetahuan para siswa dalam bidang geografi, juga sebagai persiapan kalau-kalau ada yang berniat melanjutkan studi ke Indonesia," lanjut Mackey dalam "Simposium Pendidikan Internasional Australia-Indonesia" di Jakarta hari ini.

Mackey mengungkapkan bahwa makin populernya Bahasa Indonesia di Australia tak lepas dari makin banyak pelajar nusantara yang menimba ilmu di negaranya sejak 1950an. Pada 2010, tercatat 18.000 pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di berbagai lembaga pendidikan Australia.   

"Angka ini semakin meningkat setiap tahunnya, dan hal ini semakin mempererat hubungan kedua negara dalam bidang pendidikan," ujar Mackey.

Dia juga mengungkapkan bahwa Indonesia dan Australia menjalin kemitraan yang sangat baik dalam bidang pendidikan. Australia bahkan menyediakan anggaran kurang lebih Rp4,5 milyar untuk kerjasama pendidikan bilateral.

Beberapa figur lain yang menjadi pembicara dalam simposium di Jakarta itu antara lain Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Dr. Fasli Jalal; perwakilan Bank Dunia, Chris Smith; Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI), Irwandi Arif; dan Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Dewi Irawaty.

Jakarta (ANTARA New) - Tiba-tiba saja, bersamaan dengan Konferensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) ke-18 yang berlangsung pada 5-8 Mei di Jakarta, wacana mendorong Bahasa Indonesia menjadi Bahasa ASEAN hidup kembali.
Tentu saja yang paling menyambut prakarsa ini adalah masyarakat Indonesia.
ANTARA menjumpai sejumlah orang secara terpisah di beberapa tempat untuk menanyakan harapan masyarakat kepada keketuaan ASEAN Indonesia, terutama dalam hubungannya dengan terrwujudnya semboyan "satu visi, satu identitas dan satu komunitas".
"Indonesia kan sedang menjadi Ketua ASEAN tahun ini, makanya harus bisa memanfaatkan momentum tersebut untuk mengusung Bahasa Indonesia menjadi bahasa ASEAN," kata Mahmud Rustam (62), pensiunan pegawai negeri sipil, Jumat.
Mahmud mengakui, perbedaan latar belakang sosial dan budaya masyarakat ASEAN akan menjadi kendala untuk mewujudkan harapannya itu.  Yang penting, katanya, Indonesia harus berupaya keras mewujudkan hubungan antarmasyarakat ASEAN setelah terbentuknya Komunitas ASEAN 2015 nanti.
Mahmud yang mengaku belum pernah mendengar konsep Komunitas ASEAN 2015 berharap kelompok regional ini lebih mengutamakan kerja sama ekonomi daripada sosial budaya, politik, pertahanan dan keamanan.
"Saat ini yang terpenting adalah menyejahterakan rakyat melalui ekonomi yang kuat, keamanan dan sosial itu bisa menyusul," sambung Mahmud.
Tak hanya Mahmud yang ingin Bahasa Indonesia menjadi "bahasa persatuan" ASEAN.  Yuwono Ario, pegawai negeri sipil di Jakarta, yakin Bahasa Indonesia bisa digunakan sebagai bahasa resmi ASEAN karena digunakan oleh lebih dari sepertiga penduduk ASEAN.
"Kalau dilihat dari jumlah populasinya, Indonesia kan populasinya lebih dari sepertiga total populasi negara-negara ASEAN," kata pria berusia 24 tahun itu.
Seperti halnya Mahmud, Yuwono menyarankan ASEAN mesti menggeser peran ke arah ekonomi, sehingga mampu menghadapi geliat raksasa ekonomi China, termasuk ke Asia Tenggara.
"Bersatu untuk menghadapi gempuran dari China dan melakukan pemerataan kesejahteraan seluruh negara anggotanya," sambung Yuwono kepada ANTARA, Jumat.
Lain dalam pandangan Dinda Saraswati (29).  Karyawati perusahaan swasta di Jakarta, aspirasi menaikkan status Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi ASEAN akan menambah kebanggaan rakyat Indonesia.
"Mungkin dengan Bahasa Indonesia menjadi bahasa ASEAN, warga negaranya bisa lebih menghargai Bahasa Indonesia dan kita jadi bangga menggunakan bahasa yang dipakai di seluruh ASEAN," katanya.
Dinda bahkan berusul lebih jauh.  Menurutnya, ASEAN bukan hanya perlu satu bahasa, tapi juga satu mata uang bersama.  "Sehingga setiap negara memiliki standar yang sama," katanya memberi alasan.
Sejajar dengan Bahasa Inggris
Adalah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Marzuki Alie yang menjadi orang pertama yang secara terbuka mengusulkan Bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa resmi ASEAN, kepada mitra-mitra ASEAN kita.
Marzuki menyampaikan usul itu dalam sesi pleno pertama Sidang Umum ke-31 ASEAN Inter Parliamentary Assembly (AIPA) di Hanoi, Vietnam, 21 September 2010.
Saat itu Marzuki berkata, “Penggunaan Bahasa Indonesia akan membuka kesempatan kepada bahasa lain untuk menjadi bahasa kerja dalam AIPA.”
Usul Marzuki ini sebenarnya telah mengemuka sejak awal kedatangan Delegasi DPR RI ke Hanoi, Vietnam, pada pertemuan parlemen ASEAN tahun lalu itu.
Sehari sebelum Marzuki berprakarsa, pada 20 September tahun itu, dalam pertemuan Komite Eksekutif AIPA, Indonesia telah mengusulkan amandemen statuta AIPA agar Bahasa Indonesia masuk dalam bahasa kerja AIPA, selain Bahasa Inggris.
Arisman Muhammad (24) membaca usul menjadikan Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi ASEAN sebagai upaya menawarkan kesatuan identitas untuk organisasi kawasan Asia Tenggara ini.
Bagi mahasiswa S2 salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung ini, ASEAN memang tidak memiliki satu identitas bersama yang dapat menunjang integritas, termasuk satu bahasa tunggal.  Itu terjadi karena budaya negara anggota ASEAN berkaraktistik unik.
"Secara ekonomi, Malaysia dan Singapura jauh lebih unggul, sedangkan dari segi pandangan politik ada negara yang memiliki perbedaan dengan yang lainnya, sehingga identitas tunggal akan sulit tercapai," kata Arisman mencoba menganalisis.
Indonesia sendiri menetapkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional guna mempersatukan beragam suku bangsa di Tanah Air yang bahasanya pun beraneka.
Tapi, setidaknya dari klaim pejabat Kementerian Luar Negeri Indonesia, Andri Hadi, saat ini ada 45 negara telah mengajarkan Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah mereka.  Di antara yang paling kenal adalah Australia, Amerika Serikat, Kanada dan Vietnam.
Bahkan di Australia, Bahasa Indonesia menjadi bahasa populer keempat di Negeri Kangguru itu.  Bayangkan ada 500 sekolah di negeri ini yang mengajarkan Bahasa Indonesia.
"Sehingga anak-anak kelas enam sekolah dasar pun sudah ada yang bisa berbahasa Indonesia," kata Andri beberapa waktu lalu.
Sementara di Vietnam, bulan Desember 2007, Pemerintah Daerah Ho Chi Minh City, telah mengumumkan Bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua secara resmi.  Vietnam menjadi anggota ASEAN pertama yang menetapkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kedua di negaranya.
"Bahasa Indonesia sejajar dengan Bahasa Inggris, Prancis dan Jepang sebagai bahasa kedua yang diprioritaskan," kata Konsul Jenderal RI di Ho Chi Minh City saat itu, Irdamis Ahmad.
 
Momentum Indonesia sebagai Ketua ASEAN ternyata menguak banyak harapan masyarakat.  Bahasa Indonesia menjadi bahasa ASEAN adalah satu harapan itu.